Opini Publik: Meluruskan Nada Festival dan Etika Korporasi
1. Kontroversi Sponsorship: Tembaga Tak Lagi Bernyanyi
Festival musik Pestapora 2025, yang digelar pada 5–7 September 2025 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, sempat mencuri perhatian bukan karena panggungnya, melainkan karena keterlibatan sponsor yang mengejutkan: PT Freeport Indonesia. Iklan bergambar marching band beriring, dengan slogan sarkastik “Tembaga ikutan berpestapora”, memicu kemarahan publik karena dianggap minim kepekaan terhadap isu hak asasi manusia (HAM) dan kerusakan lingkungan di Papua. AyoJakarta.comdetikfinance
2. Seruan Musisi dan Netizen: Musik sebagai Perlawanan
Tak pelak, berbagai kelompok tampil menyuarakan penolakan keras. Beberapa musisi independen—termasuk Leipzig, Negatifa, Rebellion Rose, Kelelawar Malam, Sukatani, Durga, Ornament, Xin Lie, Centra, Rekah, The Jeblogs, dan Rragband—memutuskan mundur sebagai bentuk solidaritas terhadap Papua dan penolakan eksploitasi. Total ada 12 musisi yang mundur dari lineup — keputusan yang menggema sebagai protes artistik sekaligus moral. Hops – Viral dan TrendingAyoJakarta.com
3. Penyikapan Pestapora: Langkah Abang Terakhir?
Menanggapi tekanan publik dan mundurnya artis, penyelenggara akhirnya memutus kerja sama dengan Freeport mulai hari kedua, yakni 6–7 September 2025. Pernyataan ini disampaikan melalui akun resmi Instagram mereka. ERASustainLife Today
4. Sejarah kelam Freeport: Lingkungan, HAM, dan Trust yang Runtuh
Bukan kali ini saja Freeport berada di bawah sorotan. Temuan BPK mengungkap potensi kerugian negara akibat kerusakan lingkungan hingga Rp185 triliun—yang akhirnya diklarifikasi bukan kerugian tetapi “hilangnya nilai jasa ekosistem”—menyisakan kecurigaan publik terhadap integritas perusahaan. Rmol.id
Survei di masa lalu juga mencatat mayoritas masyarakat menilai Freeport belum memberi kontribusi positif bagi Papua dan tidak adil dalam pembagian keuntungan: 68,7% responden belum melihat kontribusi, dan 70,35% menyatakan pembagian keuntungan tidak adil. Rmol.id
5. Refleksi: Musik, Etika, dan Otonomi Sosial
Festival musik seharusnya menjadi ruang ekspresi dan solidaritas. Namun ketika sponsorship datang dari perusahaan dengan rekam jejak problematik, nada festival berubah—dari meriah menjadi kontroversial. Respon komunitas musik dan masyarakat adalah cermin bahwa publik kini menuntut lebih dari sekadar hiburan: mereka ingin festival yang selaras dengan nilai sosial dan kemanusiaan.
Tindakan Pestapora memutus sponsorship mungkin terkesan terlambat, namun tetap jadi sinyal bahwa suara publik dan kesadaran kolektif bisa menggugah perubahan. Tentu, idealnya sponsorship bermula dari kesadaran etis, bukan diakhiri karena tekanan sosial.
Kesimpulan
Pestapora 2025 menunjukkan bahwa masyarakat dan seniman kini tak ragu mengedepankan etika dalam pilihan kolaborasi. Ketika identitas sebuah festival diuji—apakah sekadar hiburan atau juga berkontribusi moral—publik tak tinggal diam. Semoga, momentum ini jadi pelajaran bagi semua pihak bahwa tanggung jawab sosial bukan sekadar label, tapi pijakan yang tak bisa diabaikan.
Eksplorasi konten lain dari Mostly Media Co.
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.